Sebelumnya, Sri Gethuk nan Berliku
Setelah itu perjalanan dilanjutkan. Sesekali kami terhenti
hanya untuk istirahat sejenak dan menunaikan ibadah Shalat. Cuaca
sangat mendukung hari itu, alam yang masih asri dengan hiasan langit
biru dengan awan putih tipis dapat mengalahkan lelah dan panasnya terik
matahari.
Usai melewati jalan raya yang mulus, berkelak-kelok sampai
tanjakan dan turunan berkali-kali karena medan yang kami lewati adalah
pegunungan, kini mulai melewati jalan desa yang lebih menantang bagi
kami para pemacu kendaraan, khususnya para srikandi. Jalan putih panjang yang
belum di aspal ini dapat kami takhlukan dengan baik. Debu putih kapur
yang beterbangan juga menemani perjalanan kami sesaat sebelum sampai
tujuan. Sebelumnya ditengah jalan terjal putih itu, kami ditarik
retribusi untuk perbaikan jalan sebesar Rp 4000/motor.
Jalan Putih Panjang |
Well,
setelah melewati jalan yang penuh sensasi, akhirnya kami sampai di
Wisata Air Terjun Sri Gethuk. Aku hanya bisa menganga melihat alam yang
disebut-sebut mirip Green Canyon versi Gunung Kidul ini. Terlihat banyak
air terjun seperti mata air kecil di pinggiran tebing hijau yang
dipenuhi pepohonan kelapa itu.
Tempat ini menyuguhkan
pemandangan alam yang indah dan masih sedikit orang yang menjamahnya.
Sebelum menuju air terjun utama yang sudah dibicarakan sebelumnya, ada
dua pilihan jalan yang harus dilewati. Naik perahu dengan tarif Rp 3.000
untuk anak-anak dan Rp 7.000 untuk orang dewasa, atau berjalan kaki
dengan jarak kurang lebih 500 meter. Beberapa sesepuh dari kami
berimajinasi untuk membajak perahu tapi jelas itu hanya sebatas
imajinasi. Selain mereka tidak memiliki tampang garang pembajak, usia
mereka sudah terlalu tua untuk itu.
Setelah
berlama-lama lagi, kami memilih untuk menaiki perahu. “Kumpulkan uang
kalian”. Kami ber-20 menyewa 2 perahu untuk mengantarkan ke obyek utama
Sri Gethuk. Pemandangan sangat kami nikmati, perahu yang dipacu dengan
mesin itu membelah air sungai yang tenang sejak tadi. Kami melewati
sungai bening berwarna hijau kebiruan yang diapit oleh dua tebing yang
rimbun dengan mayoritas pohon kelapa.
Beberapa menit
kemudian kita smpai di Air Terjun, ternyata ada cukup banyak orang yang
bejeburan disana. Aku yang sudah mempersiapkan baju ganti, tak pikir
panjang langsung ikut bermain air disekitaran air terjun. Karena
pancaran sinar matahari dengan perpaduan batuan-batuan yang ada dibagian
bawah air terjun, membuat kombinasi warna alam yang apik menyerupai
pelangi. Ada bagian dangkal dan curam disana. Terdapat persewaan
pelampung dengan tarif Rp 5000. Aku dan beberapa yang lain dilatih
renang kilat oleh salah satu sesepuh rombongan kami, sebut saja Deady.
Yang
paling menguji adrenaliku adalah ketika menaiki tebing kira-kira
setinggi 5 meter dan loncat ke bawah. Ada yang mengatakan dibagian
tertentu terdapat bebatuan yang berada dekat dengan permukaan air. Maka
dari itu, ketika mau loncat dari atas tebing, kamu harus bertanya
terlebih dahulu dimana letak bebatuan itu kepada orang sana agar
pendaratan berlangsung aman. Setelah diberitahu spot-spot yang bisa
digunakan untuk melakukan pendaratan, setelah hati berdegup kencang
takut meloncat dari ketinggian, aku bersama salah satu teman
seperjuangan akhirnya meloncat dengan gaya seadanya.
"1..2..3......Byurrrr", suasana pecah saat itu. Seketika tubuhku
terhentak dan pikiran ngeblank untuk sesaat. Sungguh pengalaman tak
terlupakan.
Detik-detik sebelum pecah |
Segera setelah sore mulai memberikan
kodenya, sembari bermain air kami juga mengantri perahu untuk kembali.
Karena pada saat itu hanya ada beberapa perahu kecil yang tersedia. Tak
lama kemudian perahu yang sejak tadi sibuk menyeberangkan wisatawan
datang juga giliran kami. Harga sewa yang diawal tadi adalah tarif untuk
pulang-pergi.
Sesampainya di daratan, kami langsung
bebersih untuk ganti baju dan melakukan acara santai dengan tukar kado.
Riuh sekali. Kado yang dianggar seharga Rp 3000 untuk tiap orang sangat
kreatif. Mulai dari snack, sayur, lem kastol, sampai jepitan jemuran.
Selesai
menikmati keindahan Sri Gethuk, kita bergegas pulang. Melewati jalan
putih panjang lagi. Kali ini kondisi fisik lebih fit dari sebelumnya.
Walaupun tak lama, ciptaan alam Sri Gethuk tadi sudah lumayan mencharge
tenaga kami untuk perjalanan pulang. Sampai jumpa Green Canyon ala
Gunung Kidul.
Ketika malam sudah tiba, setelah dirasa
pemberontakan cacing perut yang tak terelakkan lagi, kami singgah di
salah satu rumah makan yang berada persis di tepi tebing yang curam.
Jauh di bawah sana, terlihat kemilau ribuan lampu dan cahaya bintang
yang sedang berpadu menghias pemandangan malam itu. Cantik sekali malam
itu. Orang-orang menyebutnya bukit berbintang.
Usai
melahap semua makanan, perjalanan yang berkelok-kelok dan penuh sensasi
dimulai kembali. Kali ini medan lebih menantang, langit yang petang
ditambah jalanan pegunungan yang jarang akan lampu memaksa kami untuk
lebih berhati-hati dalam berkendara. Sempat terjadi insiden yang sangat
menegangkan malam itu, sepasang rombongan depan tersenggol oleh badan
truk besar beberapa kali. Aku mengucap kalimat istighfar berkali-kali.
Bagaimana tidak, kejadian itu persis di depan mataku. Sangatlah
bersyukur ketika mereka mampu menyeimbangkan posisi motor sehingga tidak
sampai terjatuh.
Jika dihitung-hitung perjalanan kami
masih sekitar satu jam. Semua rombongan diperintahkan untuk berhenti.
Ada ban motor yang bocor lagi. Sembari menunggunya, kami beristirahat
seadanya di depan pabrik yang entah apa namanya. Angin malam yang dingin
menyelimuti kami sejak tadi. Wajah-wajah kuyu sudah mulai terlukis di
raut muka kami. Akhirnya, setelah 15 - 20 menit kemudian Mas Sidiq (top
leader) menyuruh beberapa dari kami untuk melanjutkan perjalanan pulang,
meninggalkan beberapa yang lain disana.
Karena
berhenti berkali-kali dan ada beberapa insiden terjadi, baru tengah
malam kami sampai kampus. Kami langsung berpencar setelah itu. Beberapa
orang pulang terlebih dahulu, dan beberapa yang lain masih menyempatkan
nyusu di warung depan kampus, termasuk aku. Sembari melihat foto-foto
piknik, kami ngalor ngidul membahas petualangan seru nan romantis yang
baru kami lewati hari itu.
Ingin rasanya merasakan
suasana alam seperti di Sri Gethuk, Bukit Berbintang, dan pastinya
perjalanan yang super seperti waktu itu. Sri Gethuk dan Bukit Berbintang
menjadi satu catatan petualangan kami yang kesekian kali. Meskipun
dapat dibilang momen ini adalah perpisahan kepengurusan kami di
organisasi, namun ingatan ini tak akan pernah terpisah. Bekerja untuk
berbakti, berbakti untuk negeri. Semoga selalu tersimpan di hati.
Kami
Kami dan Bukit Bintang |
Komentar
Posting Komentar