Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

Hari Raya Qurban

Kisah ini dimulai hari Rabu malam, dua hari sebelum Hari Raya Qurban. Ibu sudah mepersiapkan bahan makanan untuk sahur pagi harinya. Setelah ditanyai, ketiga anak termasuk aku insyaAllah siap untuk melaksanakan puasa Arafah. Malam kian larut, seisi rumah sudah terlelap. Lain denganku yang masih mengutak-atik laptop dengan kesadaran 5 watt. Sempat tertidur dan terbangun jam 2 pagi. Pagi itu aku teringat akan rencana sahur, tetapi masih terlalu dini untuk membangunkan yang lain. Akhirnya aku memutuskan melanjutkan tidurku dan mensetting alarm jam empat pagi. Aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan setengah lima. Alarm yang sengaja dipasang sepertinya sama sekali tidak berbunyi. Tak ada yang membangunkan. Setelah bangun dan mulai sadar, Ibu bercerita bahwa beliau sebenarnya sudah bangun jam empat lalu segera memasak air. Belum ada tanda-tanda air mendidih tapi adzan Subuh sudah berkumandang. Misi semalam failed. Akhirnya hari itu aku dan yang lain berpuasa berbekal niat. Jam delapa

Dewasa Yang Rumit

Waktu masih kecil aku sempat berpikir dunia orang dewasa itu simple, masalah yang terjadi adalah masalah yang sebenarnya mudah diselesaikan dan tidak terlalu menguras pikiran. Yang penting intinya masalah yang terjadi diselesaikan dengan kepala dingin dan saling menghargai. Mungkin benar bahwa setiap penyelesaian masalah hanya butuh sikap menghargai dari kedua belah pihak dan dengan kepala dingin. Tapi kini ketika aku berjalan menuju dewasa, banyak masalah dari arah yang tidak terduga silih berganti menghampiri. Kali ini aku merasakannya, yang sekarang aku tahu, menyelesaikan masalah tidaklah segampang pikiranku semasa kecil. Tidak semua orang bersedia meminta maaf terlebih dahulu, pun tidak semua orang mudah memaafkan. Tidak semua orang sanggup melapangkan dada atas musibah yang ditimpa akibat kecerobohan orang lain. Tidak semua orang berkepala dingin. Tidak semua orang mau mengalah, sama sepertiku sewaktu kecil bahkan saat ini. Tidak semua orang mau disatukan dengan jalan damai

Tour Brebes (4): Beberapa Yang Mengena

Pelaku turing berjumlah 16 orang dengan 8 motor, kami berpasangan. Aku-Nisa, Mbak Far-Cuil, Mbak Evi-Emi, Mas Sid-Fik, Mas Fajar – Mas Anjas, Cahyo-Satriyo, Wisnu-Danu, dan terakhir Pandu-Mas Tori.  Saat keberangkatan touring pagi itu, sudah seharusnya awal masuk kuliah. Beberapa teman mengirim pesan padaku dengan pertanyaan seputar kuliah. Tapi aku tetap yakin memilih ikut touring yang menantang ini. Aku berpamitan kepada teman-teman dan minta didoakan agar kembali dengan selamat. Tak apalah, bolos satu minggu. Perjalanan pun dimulai, mengingat adanya pasangan wanita, rata-rata kami beristirahat setelah 1-2 jam berjalan. Berhenti untuk istirahat, mengisi tangki-tangki motor yang mulai kerontang, dan memberi kelegaan pada keteposan pantat-pantat kami. Salah satu tempat favorit pemberhentian kami adalah Pom bensin. Sampai saat ini ketika melintas Pom atau mengisi bensin di Pom sering terlintas perjalanan super yang pernah terjadi waktu itu. Satu Pom unik tak terlupakan, t

Tour Brebes (3) : Bertaruh Mencari Jalan

Setelah berdoa bersama agar keselamatan selalu menyertai sampai Solo nanti, akhirnya kami mulai menjalankan motor-motor petualang ini dengan ritme yang sudah direncanakan. Kecepatan maksimal adalah 60-70 km/jam, jangan sampai ada rombongan yang terpisah. Perhatikan teman di depan dan belakang kalian. Kami siap melaju. Perjalanan pulang dari Moga Pemalang adalah hari Jumat, setelah kurang lebih 2 jam kami berhenti di salah satu masjid terdekat yang baru direnovasi saat itu. Untuk para wanita petualang berkeliling mencari mushola yang tak dipakai untuk shalat jumat. Alhasil ditemukan juga mushola di sebuah sekolah dekat masjid. Pintu tertutup. Kami amati ruangan yang diberi plat ‘Mushola’ itu, ternyata rumah yang berpenghuni. Ibu tuan rumah yang keluar menemui kami mempersilahkan untuk shalat di rumahnya. Kami dibuatkan es sirup lengkap dengan berbagai macam makanan kecil. Kami pun cerita banyak soal touring Solo – Brebes yang sedang kami lalui. Beliau mengatakan bahwa teringat anak