Langsung ke konten utama

Tour Brebes (4): Beberapa Yang Mengena

Pelaku turing berjumlah 16 orang dengan 8 motor, kami berpasangan. Aku-Nisa, Mbak Far-Cuil, Mbak Evi-Emi, Mas Sid-Fik, Mas Fajar – Mas Anjas, Cahyo-Satriyo, Wisnu-Danu, dan terakhir Pandu-Mas Tori. 

Saat keberangkatan touring pagi itu, sudah seharusnya awal masuk kuliah. Beberapa teman mengirim pesan padaku dengan pertanyaan seputar kuliah. Tapi aku tetap yakin memilih ikut touring yang menantang ini. Aku berpamitan kepada teman-teman dan minta didoakan agar kembali dengan selamat. Tak apalah, bolos satu minggu.

Perjalanan pun dimulai, mengingat adanya pasangan wanita, rata-rata kami beristirahat setelah 1-2 jam berjalan. Berhenti untuk istirahat, mengisi tangki-tangki motor yang mulai kerontang, dan memberi kelegaan pada keteposan pantat-pantat kami. Salah satu tempat favorit pemberhentian kami adalah Pom bensin. Sampai saat ini ketika melintas Pom atau mengisi bensin di Pom sering terlintas perjalanan super yang pernah terjadi waktu itu.

Satu Pom unik tak terlupakan, terdapat kolam ikan yang salah satunya berisi ikan entah apa namanya berukuran layaknya manusia ada didepan mata. Seumur-umur baru kali itu aku menjumpai ikan sebesar manusia ukuran dewasa. Menariknya, banyak koin yang tersebar di dasar kolam itu. Sepertinya banyak orang yang meminta permohonan dengan ikan yang berukuran tidak biasa tersebut.

Saat perjalanan malam mulai tiba, ada beberapa daerah yang dilewati padat kendaraan. Aku suka ketika fik sangat mantap mengacungkan jari tengahnya untuk mobil yang waktu itu menyalakan lampu dengan jarak jauh berwarna putih nyolok dari arah berlawanan. Ya, aku yakin dia berani karena mobil itu melesat kencang sekali. Aku juga ingat ketika rombongan sedang berhadapan dengan truk besar saat jalanan merayap karena sedang ada pembangunan. Tingkah salah satu senior ini berbeda, dia mengacungkan jari peace nya untuk salah satu sopir yang nyolot dan tidak sabar dengan kendaraan yang melaju disekitarnya. Setelah kami beristirahat, aku bertanya gurau padanya “Kog tadi bukan jari tengah lagi Fik?”, “Bisa remuk lah aku, dilindes truk”. Seketika aku ngakak sembari mengangguk kencang mengiyakan. Benar juga ya, pikirku.

Selain itu, ada kelakuan Cahyo yang entah kenapa sangat suka dengan lingkaran buatan yang ada di alun-alun Wonosobo, katanya mirip simbol apa gitu. Berkali-kali dia meminta foto dengan bentuk-bentuk lingkaran absurd itu. Aneh.

Yang tidak bisa dilupakan lainnya adalah saat melewati perbatasan Wonosobo dengan pemandangan indah pucuk gunung tersorot matahari senja dan langit yang terhitung cerah sore itu. Suhu di daerah ini cukup dingin. Disaat seperti ini sudah dipastikan bahwasanya Mbak Cuil adalah orang pertama yang membutuhkan tempat buang air kecil, kamar mandi atau sejenisnya. 

Momen yang paling mengesankan yakni ketika kami melewati jalan pintas terjal misterius pegunungan di daerah Temanggung. Gelap, lapar, takut, semua campur aduk jadi satu malam itu. Ketika mulai memasuki daerah pegunungan, terasa hawa yang tidak enak pada kami. Di peta yang pernah dicari sebelumnya, jelas menunjukkan bahwa ada jalur pegunungan menuju jalan besar diujung sana. Sebelum masuk di kawasan pegununga tanpa rumah satu pun, salah satu dari rombongan bertanya pada warga pinggir jalan mengenai jalan ini. Warga menjawab bisa, ada jalan jalan pintas lewat gunung ini. Kami tadinya lega, walaupun gelap, terjal, dan curam kami tetap semangat melewatinya. Semakin kami masuk ke dalam area pegunungan, perasaan semakin tak jelas. Jalan semakin parah, hampir semua para wanita menyerah dan ada yang akan menangis karena ini. Beberapa yang lain mencoba menenangkan, pikiran tak boleh kosong.

Kami berhenti sesaat, top leader mengecek jalanan seperti apa didepan sana. Alhasil. Kami digiring untuk keluar dari daerah terjal pegunungan, karena medan didepan lebih mengerikan. Tak ada alasan lagi untuk kami melanjutkan perjalanan misterius di pegunungan ini. Entahlah, sampai sekarang pun aku tidak tau kebenaran yang nyata bagaimana kondisi jalanan pegunungan itu. Kami belasan puluhan menit masuk ke dalam pegunungan. Setelah keluar, kami beristirahat. Kami lihat ukuran bensin, ada yang aneh dengan itu. Bensin kami hanya berkurang sedikit, padahal medan yang dilalui tadi cukup panjang dan berat. Misterius. Hey, ada apa dengan orang yang ditanyai sebelum masuk hutan tadi? Tega sekali bapak itu. 

Aku dengan kantukku pernah beberapa kali membahayakan orang yang dibonceng. Wisnu yang berada di urutan belakang pernah maju mengingatkanku karena itu. Alhamdulillah sampai saat ini aku masih diberi keselamatan ketika rasa kantuk itu melanda dalam keadaan berkendara. Saat perjalanan pulang aku berniat memecahkan rekor bisa menempuh jalan setidaknya dari Pemalang menuju Solo. Tapi apa daya, rasa kantukku yang berlebihan mengalahkannya ketika hampir sampai perbatasan Solo. Lumayanlah, pikirku. 

Akhirnya dengan selamat dan serba utuh, rombongan Tour de Brebes ini sampai kampus tercinta sekitar jam 2 dini hari. Amazing adventure.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Batik Adi Busana Bekonang

Halo pecinta batik, destinasi kali ini akan membawamu dikenalkan dengan industri batik tulis yang berada di daerah Bekonang, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Sedikit bercerita sejarah bahwa diera 1950-an hingga 1980-an daerah Bekonang dikenal sebagai salah satu pusat batik tulis Jawa Tengah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, terutama setelah munculnya industri batik printing dan cap ditahun 1990-an para perajin batik tulis mulai gulung tikar. Salah satu industri yang masih berjaya hingga sekarang adalah Rumah Batik Adi Busana, industri ini mampu bertahan sejak tahun 1970-an lalu. Selain berbentuk rumah dan toko, Rumah Batik Adi Busana dirancang lengkap dengan proses produksinya yang berada di halaman belakang rumah. Mulai dari proses molani sampai penjemuran kain setelah dicuci bersih dari sisa malam yang menempel. Belum lama ini Rumah Batik Adi Busana menambah proses produksi dengan alat cap. Dilihat dari waktu pengerjaan, jelas batik cap lebih cepat daripada batik

Solo wae ~ Lembah Hijau Karanganyar

Bersama Simbah, dan Putri, bertiga bermain ke wisata Lembah Hijau yang sempat menjadi perbincangan di kampus beberapa waktu lalu. Seorang teman mengatakan, berfoto saat senja tiba viewnya bagus, ada kolam renang juga, tempat makan yang tidak biasa dan masih berbaur alam. Seperti apasih Lembah Hijau itu? Penasaran. Setelah menghadiri wisuda, dari ujung Universitas Muhammadiyah Surakarta, kami menuju Lembah Hijau yang terletak di Karanganyar. Setelah beberapa kali salah jalan, kami temukan juga wisata Lembah Hijau. Di pintu masuk terlihat tidak begitu ramai, tidak nampak tempat wisata malah. Hanya terlihat taman kecil dan gedung besar seperti pabrik yang kosong mlompong. Usai memarkir motor di depan gedung tersebut, kami masuk tanpa permisi. Entah memang masuk tidak dipungut biaya atau loket sudah tutup karena kami tiba sore hari. Semakin masuk ke dalam, kami menyusuri rintipan tanaman berpot besar memanjang menuju lokasi utama. Waktu itu kami bertemu dengan rombongan mahasiswa yang s

Sentra Boneka Sayati Bandung

Sentra Boneka Sayati Bandung, salah satu tempat yang mungkin sudah tak asing lagi bagi mereka pencinta boneka di daerah Bandung. Saat berada di Kota Kembang ini aku berkesempatan mengunjungi salah satu sentra pembuatan boneka yang terletak di daerah Sayati. Sebelumnya, kami (aku dan Mbadil) banyak mencari informasi mengenai dimana saja tempat pengrajin boneka di Kota Bandung. Dua tempat yang direkomendasikan salah satu karyawan tempat kami magang adalah daerah Sayati dan Cibadak. Pada akhirnya, diputuskanlah Sentra Boneka Sayati Bandung yang menjadi destinasi kami berburu mainan lucu ini. Daerah Sayati dapat dibilang dekat dengan tempat yang kami singgahi selama magang. Hanya berjarak lima kilometer dari terminal Leuwi Panjang, kalian sudah dapat menemukan Sentra Boneka Sayati Bandung. Tampak dari depan kaca rumah Baru beberapa meter dari jalan raya, suasana kampung pengrajin boneka sudah begitu terasa. Deretan rumah memajang boneka-boneka lucu kreasi warga setempat. Se