Pelaku turing berjumlah 16 orang
dengan 8 motor, kami berpasangan. Aku-Nisa, Mbak Far-Cuil, Mbak Evi-Emi, Mas
Sid-Fik, Mas Fajar – Mas Anjas, Cahyo-Satriyo, Wisnu-Danu, dan terakhir Pandu-Mas
Tori.
Saat keberangkatan touring pagi
itu, sudah seharusnya awal masuk kuliah. Beberapa teman mengirim pesan padaku dengan
pertanyaan seputar kuliah. Tapi aku tetap yakin memilih ikut touring yang
menantang ini. Aku berpamitan kepada teman-teman dan minta didoakan agar
kembali dengan selamat. Tak apalah, bolos satu minggu.
Perjalanan pun dimulai, mengingat
adanya pasangan wanita, rata-rata kami beristirahat setelah 1-2 jam berjalan.
Berhenti untuk istirahat, mengisi tangki-tangki motor yang mulai kerontang, dan
memberi kelegaan pada keteposan pantat-pantat kami. Salah satu tempat favorit
pemberhentian kami adalah Pom bensin. Sampai saat ini ketika melintas Pom atau
mengisi bensin di Pom sering terlintas perjalanan super yang pernah terjadi
waktu itu.
Satu Pom unik tak terlupakan, terdapat
kolam ikan yang salah satunya berisi ikan entah apa namanya berukuran layaknya
manusia ada didepan mata. Seumur-umur baru kali itu aku menjumpai ikan sebesar
manusia ukuran dewasa. Menariknya, banyak koin yang tersebar di dasar kolam
itu. Sepertinya banyak orang yang meminta permohonan dengan ikan yang berukuran
tidak biasa tersebut.
Saat perjalanan malam mulai tiba,
ada beberapa daerah yang dilewati padat kendaraan. Aku suka ketika fik sangat
mantap mengacungkan jari tengahnya untuk mobil yang waktu itu menyalakan lampu
dengan jarak jauh berwarna putih nyolok dari arah berlawanan. Ya, aku yakin dia
berani karena mobil itu melesat kencang sekali. Aku juga ingat ketika rombongan
sedang berhadapan dengan truk besar saat jalanan merayap karena sedang ada pembangunan.
Tingkah salah satu senior ini berbeda, dia mengacungkan jari peace nya untuk salah satu sopir yang
nyolot dan tidak sabar dengan kendaraan yang melaju disekitarnya. Setelah kami
beristirahat, aku bertanya gurau padanya “Kog tadi bukan jari tengah lagi Fik?”,
“Bisa remuk lah aku, dilindes truk”. Seketika aku ngakak sembari mengangguk
kencang mengiyakan. Benar juga ya, pikirku.
Selain itu, ada kelakuan Cahyo
yang entah kenapa sangat suka dengan lingkaran buatan yang ada di alun-alun Wonosobo,
katanya mirip simbol apa gitu. Berkali-kali dia meminta foto dengan
bentuk-bentuk lingkaran absurd itu. Aneh.
Yang tidak bisa dilupakan lainnya
adalah saat melewati perbatasan Wonosobo dengan pemandangan indah pucuk gunung tersorot
matahari senja dan langit yang terhitung cerah sore itu. Suhu di daerah ini
cukup dingin. Disaat seperti ini sudah dipastikan bahwasanya Mbak Cuil adalah
orang pertama yang membutuhkan tempat buang air kecil, kamar mandi atau
sejenisnya.
Momen yang paling mengesankan yakni
ketika kami melewati jalan pintas terjal misterius pegunungan di daerah
Temanggung. Gelap, lapar, takut, semua campur aduk jadi satu malam itu. Ketika
mulai memasuki daerah pegunungan, terasa hawa yang tidak enak pada kami. Di
peta yang pernah dicari sebelumnya, jelas menunjukkan bahwa ada jalur
pegunungan menuju jalan besar diujung sana. Sebelum masuk di kawasan pegununga
tanpa rumah satu pun, salah satu dari rombongan bertanya pada warga pinggir
jalan mengenai jalan ini. Warga menjawab bisa, ada jalan jalan pintas lewat
gunung ini. Kami tadinya lega, walaupun gelap, terjal, dan curam kami tetap
semangat melewatinya. Semakin kami masuk ke dalam area pegunungan, perasaan
semakin tak jelas. Jalan semakin parah, hampir semua para wanita menyerah dan
ada yang akan menangis karena ini. Beberapa yang lain mencoba menenangkan,
pikiran tak boleh kosong.
Kami berhenti sesaat, top leader mengecek jalanan seperti apa didepan sana. Alhasil. Kami digiring untuk keluar dari daerah terjal pegunungan, karena medan didepan lebih mengerikan. Tak ada alasan lagi untuk kami melanjutkan perjalanan misterius di pegunungan ini. Entahlah, sampai sekarang pun aku tidak tau kebenaran yang nyata bagaimana kondisi jalanan pegunungan itu. Kami belasan puluhan menit masuk ke dalam pegunungan. Setelah keluar, kami beristirahat. Kami lihat ukuran bensin, ada yang aneh dengan itu. Bensin kami hanya berkurang sedikit, padahal medan yang dilalui tadi cukup panjang dan berat. Misterius. Hey, ada apa dengan orang yang ditanyai sebelum masuk hutan tadi? Tega sekali bapak itu.
Kami berhenti sesaat, top leader mengecek jalanan seperti apa didepan sana. Alhasil. Kami digiring untuk keluar dari daerah terjal pegunungan, karena medan didepan lebih mengerikan. Tak ada alasan lagi untuk kami melanjutkan perjalanan misterius di pegunungan ini. Entahlah, sampai sekarang pun aku tidak tau kebenaran yang nyata bagaimana kondisi jalanan pegunungan itu. Kami belasan puluhan menit masuk ke dalam pegunungan. Setelah keluar, kami beristirahat. Kami lihat ukuran bensin, ada yang aneh dengan itu. Bensin kami hanya berkurang sedikit, padahal medan yang dilalui tadi cukup panjang dan berat. Misterius. Hey, ada apa dengan orang yang ditanyai sebelum masuk hutan tadi? Tega sekali bapak itu.
Aku dengan kantukku pernah
beberapa kali membahayakan orang yang dibonceng. Wisnu yang berada di urutan
belakang pernah maju mengingatkanku karena itu. Alhamdulillah sampai saat ini
aku masih diberi keselamatan ketika rasa kantuk itu melanda dalam keadaan
berkendara. Saat perjalanan pulang aku berniat memecahkan rekor bisa menempuh
jalan setidaknya dari Pemalang menuju Solo. Tapi apa daya, rasa kantukku yang
berlebihan mengalahkannya ketika hampir sampai perbatasan Solo. Lumayanlah,
pikirku.
Akhirnya dengan selamat dan serba
utuh, rombongan Tour de Brebes ini sampai
kampus tercinta sekitar jam 2 dini hari. Amazing
adventure.
Komentar
Posting Komentar