Kisah ini dimulai hari Rabu malam, dua hari sebelum Hari Raya Qurban. Ibu sudah mepersiapkan bahan makanan untuk sahur pagi harinya. Setelah ditanyai, ketiga anak termasuk aku insyaAllah siap untuk melaksanakan puasa Arafah. Malam kian larut, seisi rumah sudah terlelap. Lain denganku yang masih mengutak-atik laptop dengan kesadaran 5 watt. Sempat tertidur dan terbangun jam 2 pagi. Pagi itu aku teringat akan rencana sahur, tetapi masih terlalu dini untuk membangunkan yang lain. Akhirnya aku memutuskan melanjutkan tidurku dan mensetting alarm jam empat pagi. Aku terbangun ketika jam sudah menunjukkan setengah lima. Alarm yang sengaja dipasang sepertinya sama sekali tidak berbunyi. Tak ada yang membangunkan.
Setelah bangun dan mulai sadar, Ibu bercerita bahwa beliau sebenarnya sudah bangun jam empat lalu segera memasak air. Belum ada tanda-tanda air mendidih tapi adzan Subuh sudah berkumandang. Misi semalam failed. Akhirnya hari itu aku dan yang lain berpuasa berbekal niat. Jam delapan aku mulai berangkat ke kampus bersama mbak Pina. Sesampainya disana aku mampir ke sekre BEM, ada Tabung yang sedang sibuk dengan rayap-rayap yang juga sibuk menggerogoti buku dan kayu di sekitar perpustakaan kecil di sekre.
Aku membantunya, seketika lemas teringat tadi pagi tidak sahur. Setan membisikkan ke kupingku untuk membatalkan puasa. Setelah jam sembilan lebih, kami segera beranjak karena masing-masing ada urusan. Meninggalkan buku-buku yang masih berserakan. Sampai di gedung Seni Rupa, selang beberapa waktu perkuliahan dimulai.
Setelah salat aku langsung nyekre. Sekre sudah bersih, niat batal sudah lumayan terobati. Aktivitas nyekre sampe magrib, sekalian buka bersama. Seruan magrib sudah terdengar. Ada aku, mbak Cuil, Nia, Moncrot dan Emy. Setelah salat rencana kami makan di soto belakang kampus. Motor Emy bocor, tentu ini bukan termasuk rencana. Untung ada bengkel tepat di depan warung soto. Tapi sayangnya warung tutup, mbak Cuil berinisiatif mecari tempat makan lain. Ada yang menyajikan paket 5000an di dekat bengkel itu. Kami langsung saja menyerbunya.
Setelah makan kami berpisah, Emy ke Klaten. Moncrot diantar Nia di pinggir jalan untuk kemudian naik bis ke Semarang dan aku ditemani mbak Cuil menunggu mbak Pina di bulfard. Tak lama mbak Pina datang dan kami berdua berpisah. Mbak Cuil menjemput adiknya di stasiun.
Ditengah perjalanan, ada jalan yang ditutup. Mungkin untuk takbiran keliling. Mbak Pina langsung belok kiri mengikuti arus alternatif sama dengan yang lain, walau jalan terjal dan tak tau arah kami tetap melaju. Kami bertemu gerombolan orang yang bertakbir keliling. Barisannya panjang, motor yang lewat harus ekstra hati-hati. Aku ingini masuk dalam barisan itu, mengingat di lingkungan rumah saat menjelang Idul Adha sudah lama tak ada takbir keliling.
Kami sudah tidak tersesat lagi. Beberapa waktu kemudian ada motor yang mendekat, motor itu mengklakson berkali-kali dan berteriak-teriak, aku sedikit takut. Setelah berkali-kali motor itu tidak berhenti mengklakson, aku memberanikan diri menengok ke kanan. Dan ternyata motor itu mbak Cuil dengan adiknya. "Ya ampun, kirain siapa mbak," batinku.
Takbir terdengar berkumandang disepanjang jalan.
Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar
Laa ilaa ha ilallahu Allahuakbar
Allahuakbar Walillaailham
Sepulangnya di rumah kira-kira aku masih on sampai jam dua pagi. Walaupun malam sudah segera berganti pagi, tetapi aku optimis bangun jam lima subuh karena besok menunaikan salat Idul Adha. Pagi harinya bangunlah aku. Jam enam kurang. Pagi itu sangat berantakan. Baru kali pertamanya pikiran dan hari Idul Adha sama-sama berantakan. Hari itu juga seumur-umur baru pertamakalinya ke lapangan (tempat salat Idul Adha) naik motor, sakit telatnya.
Setelah salat Idul Adha, mulailah warga berbondong-bondong ke belakang rumahku untuk selanjutnya menyembelih dan memotong-motong daging qurban. Alhasil, daging qurban dibagi-bagi. Tapi sayangnya ada kabar bahwa pembagian daging kurang merata. Di rumah sendiri daging qurban di buat rica, bakso, dimasak setengah matang, dan ada yang masih berupa mentahan. Dengan daging mentahan itu, besok rencana akan dimasak menjadi makanan khas Pati oleh Tabung. Nikmatnya Hari Qurban.
Selamat Hari Qurban
Setelah bangun dan mulai sadar, Ibu bercerita bahwa beliau sebenarnya sudah bangun jam empat lalu segera memasak air. Belum ada tanda-tanda air mendidih tapi adzan Subuh sudah berkumandang. Misi semalam failed. Akhirnya hari itu aku dan yang lain berpuasa berbekal niat. Jam delapan aku mulai berangkat ke kampus bersama mbak Pina. Sesampainya disana aku mampir ke sekre BEM, ada Tabung yang sedang sibuk dengan rayap-rayap yang juga sibuk menggerogoti buku dan kayu di sekitar perpustakaan kecil di sekre.
Aku membantunya, seketika lemas teringat tadi pagi tidak sahur. Setan membisikkan ke kupingku untuk membatalkan puasa. Setelah jam sembilan lebih, kami segera beranjak karena masing-masing ada urusan. Meninggalkan buku-buku yang masih berserakan. Sampai di gedung Seni Rupa, selang beberapa waktu perkuliahan dimulai.
Setelah salat aku langsung nyekre. Sekre sudah bersih, niat batal sudah lumayan terobati. Aktivitas nyekre sampe magrib, sekalian buka bersama. Seruan magrib sudah terdengar. Ada aku, mbak Cuil, Nia, Moncrot dan Emy. Setelah salat rencana kami makan di soto belakang kampus. Motor Emy bocor, tentu ini bukan termasuk rencana. Untung ada bengkel tepat di depan warung soto. Tapi sayangnya warung tutup, mbak Cuil berinisiatif mecari tempat makan lain. Ada yang menyajikan paket 5000an di dekat bengkel itu. Kami langsung saja menyerbunya.
Setelah makan kami berpisah, Emy ke Klaten. Moncrot diantar Nia di pinggir jalan untuk kemudian naik bis ke Semarang dan aku ditemani mbak Cuil menunggu mbak Pina di bulfard. Tak lama mbak Pina datang dan kami berdua berpisah. Mbak Cuil menjemput adiknya di stasiun.
Ditengah perjalanan, ada jalan yang ditutup. Mungkin untuk takbiran keliling. Mbak Pina langsung belok kiri mengikuti arus alternatif sama dengan yang lain, walau jalan terjal dan tak tau arah kami tetap melaju. Kami bertemu gerombolan orang yang bertakbir keliling. Barisannya panjang, motor yang lewat harus ekstra hati-hati. Aku ingini masuk dalam barisan itu, mengingat di lingkungan rumah saat menjelang Idul Adha sudah lama tak ada takbir keliling.
Kami sudah tidak tersesat lagi. Beberapa waktu kemudian ada motor yang mendekat, motor itu mengklakson berkali-kali dan berteriak-teriak, aku sedikit takut. Setelah berkali-kali motor itu tidak berhenti mengklakson, aku memberanikan diri menengok ke kanan. Dan ternyata motor itu mbak Cuil dengan adiknya. "Ya ampun, kirain siapa mbak," batinku.
Takbir terdengar berkumandang disepanjang jalan.
Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar
Laa ilaa ha ilallahu Allahuakbar
Allahuakbar Walillaailham
Sepulangnya di rumah kira-kira aku masih on sampai jam dua pagi. Walaupun malam sudah segera berganti pagi, tetapi aku optimis bangun jam lima subuh karena besok menunaikan salat Idul Adha. Pagi harinya bangunlah aku. Jam enam kurang. Pagi itu sangat berantakan. Baru kali pertamanya pikiran dan hari Idul Adha sama-sama berantakan. Hari itu juga seumur-umur baru pertamakalinya ke lapangan (tempat salat Idul Adha) naik motor, sakit telatnya.
Setelah salat Idul Adha, mulailah warga berbondong-bondong ke belakang rumahku untuk selanjutnya menyembelih dan memotong-motong daging qurban. Alhasil, daging qurban dibagi-bagi. Tapi sayangnya ada kabar bahwa pembagian daging kurang merata. Di rumah sendiri daging qurban di buat rica, bakso, dimasak setengah matang, dan ada yang masih berupa mentahan. Dengan daging mentahan itu, besok rencana akan dimasak menjadi makanan khas Pati oleh Tabung. Nikmatnya Hari Qurban.
Selamat Hari Qurban
Komentar
Posting Komentar