Langsung ke konten utama

Parkir Sudah Menjadi Bubur

Pertama kali makan nasgor depan kampus, ada sesosok orang paruh baya berseragam tukang parkir yang berada disekitar area warung. Warung ini berdekatan dengan gerobak bubur kacang hijau. Beberapa waktu kemudian, ada orang yang ingin membeli bubur kacang hijau. Dengan sigap, bapak yang berseragam tukang parkir tadi melayani pembeli bubur. Aneh, aku dan teman-teman saling berbisik heran melihat tingkahnya.

Seusai makan, kami segera beranjak pulang. Pak parkir itu pun menariki uang parkir. Selang beberapa hari, kami makan lagi di sana. Tiap kali kesana, tukang parkir misterius itu selalu menjadi perhatian utama bagi kami. Disela pekerjaannya, pak parkir sekaligus penjual bubur kacang hijau itu bergaya telpon-telponan dengan volume keras dan logat aneh entah dari daerah mana. Meskipun sedang telpon, jika ada yang mau pergi dari halaman parkiran, bapak itu tetap saja fokus dan langsung sigap menerkam mangsanya.

Kami memang berlangganan dengan warung nasgor yang satu ini. Warung Ijo namanya. Suatu hari kami ke situ lagi, topik utama masih tukang parkir yang menyamar menjadi tukang bubur atau tukang bubur yang menyamar jadi tukang parkir, atau mungkin tukang bubur yang bekerja sampingan sebagai tukang bubur atau malah tukang parkir yang bekerja sampingan jadi tukang bubur, entahlah. Yang pasti waktu itu aku hanya berdua. Kami berdua naik sepeda motor. Karena kami mebeli untuk dibawa pulang, aku sengaja tetap duduk di atas motor. Tujuan lain biar tak usah bayar parkir.

Lama kemudian pesanan terlayani, kami segera balik. Aku memutar motor, tak ada kesulitan apapun yang dialami, tapi pak parkir yang berada jauh beberapa meter disana tetap mendekati kita. Dia memegangi bagian belakang motor, tak membantu, hanya formalitas saja. Aku dan temanku saling melirik. Ya sudah, apa boleh buat. Segera saja kami beri uang seribu untuk parkir. Dengan malu-malu bapak double job tadi mengembalikan 500 rupiah pada kami. Kami hanya menahan tawa melihat ekspresi bapaknya yang sedikit absurb.

Beberapa hari kemudian, kami kembali dengan strategi baru. Motor diletakkan di boulevard, kami jalan kaki menuju Warung Ijo. Disamping keberhasilan dengan strategi yang baru, kami merasa malah menyusahkan diri sendiri. Hal itu sangat terasa ketika salah satu dari kami ingin pergi ke toilet. Karena toilet jauh, kami harus jalan kaki ke boulevard dahulu untuk mengambil motor dan mencari toilet. Setelah selesai, motor ditaruh lagi di boulevard, jalan kaki lagi menuju Warung Ijo. Jarak dari boulevard ke Warung Ijo sekitar 20 meter. Cukup menyita waktu memang.
Tapi kami tetap bersikeras menitipkan motor di boulevard, setelah berhari-hari dan berminggu-minggu akhirnya kami mengalami titik lelah juga. Pada saat itu baru dimulai musim penghujan. Kami mengurangi sikap pelit terhadap bapak double job.

Beberapa hari sebelum liburan panjang, kami mampir di Warung Ijo lagi dan bertemu bapak tukang bubur sekaligus tukang parkir di sana. Masih seperti biasa, tetap dengan kebiasaan telpon berlogat khasnya. Bapak double job saat berprofesi menjadi tukang parkir selalu melirik mangsanya dengan tatapan sok imut. Cukup menggelikan melihat tingkahnya. Salah satu dari kami mempunyai niat usil seusil usilnya. Di kesempatan lain, ndilalah motornya salah satu temanku tak bisa distarter pencet. Harus diselah. Dia minta tolong dengan pak tukang parkir sekaligus tukang bubur membantu dia menjegleng motor vario merahnya. Padahal menjegleng motor miliknya adalah hal yang sangat sepele.

Mbadil memulai aksi, “Pak, tolong..” katanya dengan raut muka tidak berdosa. Wajahku tak karuhan menahan tawa. Seketika bapak itu mendekat dengan tampang tak berdosa versinya. Beliau membantu dengan keadaan tangan masih memegang telpon genggamnya, Samsung Champ warna hijau. Bapak double job menyuruh Mbadil memposisikan selah agar mempermudah beliau menjegleng motor. Setelah menjegleng berkali-kali, entah kenapa tidak bisa menyala. Disaat yang seperti itu, bapak double job masih menyempatkan menerima telponnya tadi. Mbadil menyindir bapaknya, "Yaiyalah, kan harusnya tangan satunya untuk pegang gas." Bapak double job melakukan perintahnya. Akhirnya setelah sekian lama menahan tawa motor vario merah itu menyala. “Nah kaaan.." Bapak double job tersenyum absurd. Setelah itu Mbadil membayar uang parkir, tukang bubur jelmaan mengeluarkan hapenya lagi dan ‘telpon-telponan’ lagi. Aneh, ketika aku melirik hape bapaknya tak ada tanda-tanda aktivitas hapenya menerima panggilan.

Terakhir kali datang kebiasaan bapak itu tidak jauh bebeda. Sepertinya memang cara dia mencari nafkah dengan mendouble pekerjaannya. Tetapi setiap orang yang membeli di warungnya, tidak ditariki bayaran parkir. Demikian sekelumit cerita kami vs tukang bubur berpadu dalam tukang parkir. "Bapak itu tukang parkir apa penjual bubur?"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Batik Adi Busana Bekonang

Halo pecinta batik, destinasi kali ini akan membawamu dikenalkan dengan industri batik tulis yang berada di daerah Bekonang, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Sedikit bercerita sejarah bahwa diera 1950-an hingga 1980-an daerah Bekonang dikenal sebagai salah satu pusat batik tulis Jawa Tengah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, terutama setelah munculnya industri batik printing dan cap ditahun 1990-an para perajin batik tulis mulai gulung tikar. Salah satu industri yang masih berjaya hingga sekarang adalah Rumah Batik Adi Busana, industri ini mampu bertahan sejak tahun 1970-an lalu. Selain berbentuk rumah dan toko, Rumah Batik Adi Busana dirancang lengkap dengan proses produksinya yang berada di halaman belakang rumah. Mulai dari proses molani sampai penjemuran kain setelah dicuci bersih dari sisa malam yang menempel. Belum lama ini Rumah Batik Adi Busana menambah proses produksi dengan alat cap. Dilihat dari waktu pengerjaan, jelas batik cap lebih cepat daripada batik

Solo wae ~ Lembah Hijau Karanganyar

Bersama Simbah, dan Putri, bertiga bermain ke wisata Lembah Hijau yang sempat menjadi perbincangan di kampus beberapa waktu lalu. Seorang teman mengatakan, berfoto saat senja tiba viewnya bagus, ada kolam renang juga, tempat makan yang tidak biasa dan masih berbaur alam. Seperti apasih Lembah Hijau itu? Penasaran. Setelah menghadiri wisuda, dari ujung Universitas Muhammadiyah Surakarta, kami menuju Lembah Hijau yang terletak di Karanganyar. Setelah beberapa kali salah jalan, kami temukan juga wisata Lembah Hijau. Di pintu masuk terlihat tidak begitu ramai, tidak nampak tempat wisata malah. Hanya terlihat taman kecil dan gedung besar seperti pabrik yang kosong mlompong. Usai memarkir motor di depan gedung tersebut, kami masuk tanpa permisi. Entah memang masuk tidak dipungut biaya atau loket sudah tutup karena kami tiba sore hari. Semakin masuk ke dalam, kami menyusuri rintipan tanaman berpot besar memanjang menuju lokasi utama. Waktu itu kami bertemu dengan rombongan mahasiswa yang s

Sentra Boneka Sayati Bandung

Sentra Boneka Sayati Bandung, salah satu tempat yang mungkin sudah tak asing lagi bagi mereka pencinta boneka di daerah Bandung. Saat berada di Kota Kembang ini aku berkesempatan mengunjungi salah satu sentra pembuatan boneka yang terletak di daerah Sayati. Sebelumnya, kami (aku dan Mbadil) banyak mencari informasi mengenai dimana saja tempat pengrajin boneka di Kota Bandung. Dua tempat yang direkomendasikan salah satu karyawan tempat kami magang adalah daerah Sayati dan Cibadak. Pada akhirnya, diputuskanlah Sentra Boneka Sayati Bandung yang menjadi destinasi kami berburu mainan lucu ini. Daerah Sayati dapat dibilang dekat dengan tempat yang kami singgahi selama magang. Hanya berjarak lima kilometer dari terminal Leuwi Panjang, kalian sudah dapat menemukan Sentra Boneka Sayati Bandung. Tampak dari depan kaca rumah Baru beberapa meter dari jalan raya, suasana kampung pengrajin boneka sudah begitu terasa. Deretan rumah memajang boneka-boneka lucu kreasi warga setempat. Se