Sore itu, setelah seharian melepas penat karena berkunjung ke kawah
putih, aku menyempatkan diri untuk singgah ke toko swalayan. Aku sendirian diluar, menunggu teman yang memilih makanan ringan. Ada satu pesan masuk, tanganku merogoh kedalam kantong
Yang meninggal asma’ izzatuz ya?
Sekejap merinding membacanya. Mungkin
salah, pikirku. Segera aku membalasnya untuk mengetahui
darimana kabar itu.
Sepersekian detik kemudian ada pesan masuk dari orang
yang berbeda.
Innalillahi wainnalillaihi roji’un, ukhti Asma’ / Sastra Arab 2012, baru saja meninggal karena kecelakaan, sekarang sedang di
Rumah Sakit Dr. Moewardi
Masih setengah 'blur' sembari bibir terus mengucap kalimat istighfar. Aku mencoba mencari kebenaran dari berita-berita ini. Asma’ Siapa? Sastra Arab? Yang anak BEM itu? Aku kembali bertanya ke banyak orang.
Ini bukan kabar burung mbak, serius. Aku sudah telpon buat memastikan..
Asma’, anak BEM, anak SSC, mbak..
Innalillahi wainna ilaihi roji’un.. Sesungguhnya kami milik Allah dan
kepadaNya kami kembali.. Ya Allah. Astaghfirullahaladziim. Benar-benar Asma’. Asma Izzatuz Zahroh..
Dia bertubuh mungil, cantik, mudah bergaul, baik, terkadang cuek tapi tetap perhatian. Gadis itu selalu terlihat cheerful,
lucu, senang melihatnya. Tidak begitu dekat dengannya, tapi cukup untuk mengenalnya. Astaghfirullahaladziim...
Satu momen yang masih berkesan. Ketika keusilanku melepas gantungan boneka kecil yang tergantung di tasnya, dia berlari mengejarku. Tapi aku lebih cepat sekian detik. Rok panjang yang selalu identik dengannya, ia kenakan sore itu. Mungkin itu sebabnya ia tak mampu mengejarku. Akhirnya terpaksa mengalah merelakan gantungannya untuk berpindah tangan sementara. Senyumnya tetap terlihat membalut rasa kesalnya. Kesal karena barangnya beralih.
Hatiku belum tenang. Ingin mendekat rasanya. Ingin hadir
secara dekat kesedihan disana. Ingin melepas kepergiannya secara
langsung. Aku yakin semua yang mengenalnya pasti merasa kehilangan. RS
Moewardi ramai didatangi teman-teman karena rasa sayangnya. Sahabat-sahabat yang setia menunggu untuk mengantarkan jenazah Asma’ ke rumah.
Persahabatan memang indah sekali. Menambah keinginanku untuk segera pulang. Tapi apa daya
keadaan urung mengijinkan. Walaupun kita tidak dekat,
tapi Asma’ seolah mengingatkanku untuk lebih bersyukur kepada Allah
atas kesempatan berkali-kali yang sudah diberikan. Allah
masih mengijinkan saya untuk lebih lama menghirup udara-Nya. Sempat
terlintas pertanyaan, jika waktu itu aku meninggal, apakah suasana akan
segaduh ini?
Semua rahasia Allah, tidak ada satupun orang yang tahu kapan waktu kematian seseorang. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Asma’.… kami sayang kamu. Semoga Allah pun demikian. Selamat jalan sayang. semoga kamu tersenyum disana. Senyum yang masih aku simpan sampai saat ini..
Komentar
Posting Komentar