Rizqi Choirunnisa (kedua dari kiri), bersama skuad Kementerian Sosial Masyarakat Kabinet Kerja Bhakti BEM FSSR UNS. Foto diambil pada 24 April 2011. |
Setelah mendengar kalimat itu, sepertinya akulah yang dipanggil. Aku mendengar namaku dibicarakan dimana-mana atas berita kepergian karena kecelakaan pagi itu. Ya, namaku yang secara pelafalan begitu mirip.
Hari Jumat itu, Solo sangat terik, rombongan beberapa orang dari BEM FSSR dan Sastra Arab berkumpul dan berangkat bersama ke rumah duka. Ditengah jalan perbatasan Boyolali, tiba-tiba mendung menyatu menyelimuti kami, tak lama kemudian hujan pun turun. Seperti mendinginkan kami yang sedari tadi merasakan panasnya uap aspal di jalanan.
Rombongan depan memberhentikan laju motornya, satu dari yang lain mengatakan, "Rumahnya sudah dekat kok". Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan tanpa mengenakan jas hujan. Tak sampai setengah jam kami pun sampai di kediaman Rizqi.
Rizqi, mahasiswa jurusan Sastra Arab yang namanya sangat mirip denganku. Awal berkenalan di organisasi BEM FSSR UNS dulu, aku sempat kaget karena dipertemukan dengan nama yang artinya sama denganku. Ada keuntungannya juga dahulu salah menuliskan huruf vokal namaku yang harusnya Rizki menjadi Rezki, pikirku. Orang-orang membedakan nama kami dari huruf vokal "E" dan "I" pada nama depan.
Saat mengetahui ada seseorang dengan nama yang mirip, aku antusias menceritakannya kepada orang tuaku. Ada nama Rizki Khoirunisa yang lain. Karena nama yang sama, orang rumah terutama Ibuku langsung cepat mengingatnya walaupun Rizqi belum pernah sekali pun berkunjung ke rumah. Walaupun Rizqi hampir tidak pernah aku ceritakan lagi setelah persamaan nama kala itu. Terbukti saat aku ditanyai, "Tadi layat kemana? Siapa yang meninggal?" Setelah aku menyebut nama "Rizki Khoirunisa," Ibukku sangat terkejut, "Rizki yang namanya sama itu?"
Baik, ndak neko-neko, kalem, tapi tetap bisa diajak rame. Kami sering saling sapa jika bertemu di kampus. Sapaan khas kami adalah "Hai, Rizqi Choirunisa," dan dia membalas "Hai, Rezki Khoirunisa." Selalu ada kelucuan tersendiri untuk saya khususnya ketika kami seperti saling memanggil nama masing-masing.
Tapi saat ini 'kembaranku' itu sudah tenang di alam sana. Tidak ada 'aku' yang lain di sini. Tidak akan pernah ada kelucuan memanggil dan menyapa nama sendiri seperti sebelumnya dengan dia. Jika nanti ada berita duka dengan nama Rizki Khoirunisa angkatan 2010 lagi, tidak akan ada kegaduhan lagi siapa yang kali ini pergi. Tanggal 21 Februari 2014, alam menjadi saksi kepergian Rizqi ke pangkuan Sang Ilahi.
Apakah yang paling dekat dengan kita? Ya, kematian. Banyak orang yang telah meninggal tanpa mengalami sakit terlebih dahulu. Kematian tidak hanya untuk orang yang sudah tua. Tidak ada satu pun yang tahu berapa sisa hidup seseorang kecuali Sang Pencipta.
Hai, Rizqi Choirunisa. Tidakkah kamu membalas sapaanku lagi?
Komentar
Posting Komentar