Langsung ke konten utama

Bandung Sebulan

Gedung Sate | by : Adyla Haquee
Halo halo Bandung. Tepat satu bulan aku tinggal di kota Bandung untuk keperluan magang, masih setengah jalan. Aku dan Mbadil tinggal di rumah salah satu keluarga daerah Citarip Barat. Kami tinggal di kampung Jawa. Rencana awal bisa sedikit banyak berbahasa sunda setelah magang berakhir sepertinya terhambat. Bahasa yang sering digunakan adalah bahasa jawa. Tak beda jauh dengan lingkungan di Solo. Keseharian kami di hari Senin - Jumat lebih banyak dihabiskan di kantor. Weekend adalah waktu yang tepat untuk kenal lebih jauh dengan kota Lautan Api ini.

Selama  satu bulan menapakkan kaki di kota Bermartabat, banyak kebiasaan-kebiasaan yang ditemui dan menjadi tanda tiap hari. Seperti ketika tiap pagi sebelum berangkat magang, selalu terdengar lengkingan khas ibu penjual makanan. "Lalawuhan, pisang, nasi kuniiiing.." Seperti tak ada lelah, dengan langkah cepat dan suara lantangnya, ibu itu membanting tulang menyetrika jalan depan rumah untuk menjajakkan jualannya. Tapi entah mengapa pagi tadi sayup-sayupnya pun tak mendengar olehku. Ada satu lagi teriakan khas pagi hari. "Susuuuuk susuuuk." Pedagang yang menjual susu murni juga sering lewat depan rumah dengan gayanya. Ditambah suara ini sangat mirip dengan mas Deden, salah satu karyawan ditempat magang.

 Kebiasaan lain ketika di lampu merah. Banyak pengendara motor yang menyalahi garis batas stop. Jika dirasa sudah tak ada motor yang melintang dari arah lain, tanpa memperhatikan lampu bangjo sudah berwarna hijau atau belum, mereka segera melaju memotong jalan. Kebiasaan itu membuat kami mau tidak mau harus beradaptasi dengan riuhnya jalanan kota Bandung. Aku sering melihat motor dijalanan yang tidak berplat nomor belakang, padahal beberapa tempat persimpangan ada pak polisi yang mengatur jalan. Hal ini seperti hanya bisa harap maklum, karena terlalu padatnya kendaraan di jalanan. Dibanding Solo, yang aku perhatikan selama ini hanya sedikit pengendara motor perempuan yang terlihat di Bandung. Perbandingannya beda jauh dengan pengendara laki-laki yang menguasai jalanan kota. Banyak dilihat para lelaki menyembulkan asap-asap rokok yang telah dihisapnya saat sedang menunggu lampu merah yang sering membuat jenuh, bahkan saat keadaan masih berkendara. Kemanapun pergi, pasti ada saja orang yang mengendarai motor sambil merokok, tangan kanan untuk gas, dan kiri untuk rokok. 

Menyorot mobil-mobil dijalanan, setelah aku perhatikan dengan seksama banyak diantaraya adalah ibu-ibu yang mengendarai mobilnya saat pergi ke kantor. Bahkan tak sedikit dari para ibu perkasa itu mengemudikan mobil-mobil yang berukuran besar. Mereka tak kalah keren dengan para lelaki. Kebanyakan mobil pribadi, jelas itu yang membuat padatnya jalanan yang menjadi-jadi. "Tak hanya Jakarta, Bandung juga macet," kata salah satu karyawan di tempat magang saat sedang bercerita tentang kemacetan jalanan di Bandung. 

Kami melewati lima rambu-rambu lalu lintas untuk sampai ke tempat magang. Banyak ditemui pengemis dan pengamen jalanan. Disini pengemis dan pengamen lebih bervariasi daripada daerah Solo. Dari ibu-ibu yang menggendong anaknya, lengkap dengan make up lusuhnya. Nenek-nenek dengan kostum gembelnya. Kakek-kakek yang berpakaian agak nyetil dan malah terlihat tidak memenuhi syarat sebagai pengemis. Topeng monyet dengan perlengkapan lengkap untuk pertunjukannya yang sangat melelahkan. Bermodus sumbangan. Lantunan musik sunda dari suling bambu. Penari dengan make up tidak ratanya. Pemain biola yang menyerbu angkot-angkot yang melintas, padahal ruang untuk bergerakpun sudah sangat sulit. Orang yang melumuri tubuhnya dengan cat berwarna alumunium lengkap dengan kaca mata mengkilapnya. Orang buta yang dituntun. Orang yang menggendong seorang lainnya, sepertinya sepasang suami istri. Sampai anak-anak kecil yang masih berumuran 4-5th. 

Hatiku sempat ngilu ketika melihat anak yang kira-kira masih berumur 7th bernyanyi dengan menggenjrengkan gitar mininya persis didepan lampu bangjo. Tak lama kemudian disusul sosok kecil yang mengikuti, kira-kira selisih 3th dibawahnya. Dengan sigap anak berusia 4 tahun itu mendatangi para pengendara motor untuk meminta koin-koin hasil pertunjukan kakaknya. Seperti sudah paham apa yang harus dia lakukan ketika kakaknya sedang bernyanyi. Aku tertampar. Adik-adik kecil itu baru berapa tahun lahir ke dunia, tapi sudah merasakan kerasnya hidup di kota. Sungguh malang nasibnya. Aku hanya bisa berdoa semoga mereka semua mendapatkan jalan yang lebih baik dari sekedar mengemis dan mengamen.

Itulah beberapa kebiasaan dan hal-hal unik yang ditemui di Bandung satu bulan ini. Aku yakin pasti suatu saat akan rindu dengan hal-hal tersebut, riuhnya kota Bamdung. Hanya berharap satu bulan kedepan terasa lebih cepat dari satu bulan kemarin. Masih banyak tumpukan jadwal yang harus dikerjakan. Halo simb, be, mbrot, ar, mbah, halo IIP, halo kamu, halo Pengkol, halo Solo, halo Kosan, halo Kampus, halo BEM, halo teman-teman. Aku kangen kalian. Aku disini baik-baik saja. Semoga kalian juga begitu.

Aku dan Mbadil | Malam Bandung depan Gedung Sate
 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Batik Adi Busana Bekonang

Halo pecinta batik, destinasi kali ini akan membawamu dikenalkan dengan industri batik tulis yang berada di daerah Bekonang, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Sedikit bercerita sejarah bahwa diera 1950-an hingga 1980-an daerah Bekonang dikenal sebagai salah satu pusat batik tulis Jawa Tengah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, terutama setelah munculnya industri batik printing dan cap ditahun 1990-an para perajin batik tulis mulai gulung tikar. Salah satu industri yang masih berjaya hingga sekarang adalah Rumah Batik Adi Busana, industri ini mampu bertahan sejak tahun 1970-an lalu. Selain berbentuk rumah dan toko, Rumah Batik Adi Busana dirancang lengkap dengan proses produksinya yang berada di halaman belakang rumah. Mulai dari proses molani sampai penjemuran kain setelah dicuci bersih dari sisa malam yang menempel. Belum lama ini Rumah Batik Adi Busana menambah proses produksi dengan alat cap. Dilihat dari waktu pengerjaan, jelas batik cap lebih cepat daripada batik

Solo wae ~ Lembah Hijau Karanganyar

Bersama Simbah, dan Putri, bertiga bermain ke wisata Lembah Hijau yang sempat menjadi perbincangan di kampus beberapa waktu lalu. Seorang teman mengatakan, berfoto saat senja tiba viewnya bagus, ada kolam renang juga, tempat makan yang tidak biasa dan masih berbaur alam. Seperti apasih Lembah Hijau itu? Penasaran. Setelah menghadiri wisuda, dari ujung Universitas Muhammadiyah Surakarta, kami menuju Lembah Hijau yang terletak di Karanganyar. Setelah beberapa kali salah jalan, kami temukan juga wisata Lembah Hijau. Di pintu masuk terlihat tidak begitu ramai, tidak nampak tempat wisata malah. Hanya terlihat taman kecil dan gedung besar seperti pabrik yang kosong mlompong. Usai memarkir motor di depan gedung tersebut, kami masuk tanpa permisi. Entah memang masuk tidak dipungut biaya atau loket sudah tutup karena kami tiba sore hari. Semakin masuk ke dalam, kami menyusuri rintipan tanaman berpot besar memanjang menuju lokasi utama. Waktu itu kami bertemu dengan rombongan mahasiswa yang s

Sentra Boneka Sayati Bandung

Sentra Boneka Sayati Bandung, salah satu tempat yang mungkin sudah tak asing lagi bagi mereka pencinta boneka di daerah Bandung. Saat berada di Kota Kembang ini aku berkesempatan mengunjungi salah satu sentra pembuatan boneka yang terletak di daerah Sayati. Sebelumnya, kami (aku dan Mbadil) banyak mencari informasi mengenai dimana saja tempat pengrajin boneka di Kota Bandung. Dua tempat yang direkomendasikan salah satu karyawan tempat kami magang adalah daerah Sayati dan Cibadak. Pada akhirnya, diputuskanlah Sentra Boneka Sayati Bandung yang menjadi destinasi kami berburu mainan lucu ini. Daerah Sayati dapat dibilang dekat dengan tempat yang kami singgahi selama magang. Hanya berjarak lima kilometer dari terminal Leuwi Panjang, kalian sudah dapat menemukan Sentra Boneka Sayati Bandung. Tampak dari depan kaca rumah Baru beberapa meter dari jalan raya, suasana kampung pengrajin boneka sudah begitu terasa. Deretan rumah memajang boneka-boneka lucu kreasi warga setempat. Se