Langsung ke konten utama

Jogja Berempat: Hujan Solo dan Malioboro

Kali ini perjalanan ke Jogja dengan tiga orang teman seperjuangan. Mbak Cu, Mbadil, dan Emi. Sudah lama kami merencanakan pergi bersama, tetapi waktu baru mengijinkan kami akhir Januari lalu. Tak kami sia-siakan lagi kesempatan itu. Ada beberapa target wisata yang akan kami kunjungi kali ini. Sepanjang jalan Malioboro, Taman Pintar, Museum Pesawat Dirgantara, dan Taman Pelangi beserta Monumen Jogja Kembali.

Keberangkatan pagi itu diselimuti mendung pekat, kami juga diguyur hujan deras dan diiringi kilatan petir. Tiga orang dari kami berangkat dari stasiun Solo Balapan, satu yang lain menunggu kereta di daerah rumahnya, Klaten. Kami bertiga berangkat sekitar jam lima dari Stasiun Solo Balapan. Pagi itu kami menaiki kereta Pramex dengan harga tiket Rp 10.000.

Kereta tak terlalu padat, kami mendapat tempat duduk. Kereta terus melaju, beberapa kali berhenti di stasiun-stasiun lainnya. Kali ini hampir sampai di stasiun Klaten. Kami yang terus berkomunikasi dengan Emi, mengabarkan bahwa kereta akan sampai disana. Setelah kereta berhenti, Mbadil turun untuk mencari keberadaan Emi. Tak sulit mencarinya, baru beberapa menit saja Mbadil bisa menemukan sosok Emi yang berada di padatnya kerumunan manusia. Sekarang kami sudah lengkap. Perjalanan pagi dengan semburat mendung setelah hujan petir tadi kami lanjutkan. 

Kami sampai stasiun Tugu sekitar jam enam lebih. Jogja pun terlihat kuyup. Guyuran hujan kali ini merata. Selepas keluar dari kereta, kami memutuskan duduk di tempat istirahat yang tersedia. Segera mungkin melahap sarapan yang sengaja disiapkan dari kosan tadi. Setelah dirasa cukup kenyang dan keadaan yang kondusif, kami langsung berjalan menyusuri jalanan Jogja. Hujan deras kembali menyelimuti Malioboro.
Waktu itu kami melewati Perpustakaan Malioboro. Sembari menunggu hujan reda, tak ada salahnya jika kami mampir ke perpustakaan tersebut. Tak ada pungutan biaya apapun disini. Tempatnya nyaman, ruang baca yang terbuat dari kayu ini tidak membosankan dan membuat kami jenak berlama-lama. Pagi itu masih sepi pengunjung. Disana terdapat buku-buku arsip berukuran raksasa yang ditumpuk banyak di rak.

Perpustakaan umum Malioboro
Satu yang kuambil, didalamnya terdapat koran-koran lawas lokal BERNAS Jogja, maupun koran nasional seperti KOMPAS tahun 90-an. Tak hanya itu, ada juga buku-buku pengetahuan lain yang disediakan disini. Tapi tak sekomplit buku-buku di perpustakaan besar. Dibagian belakang perpustakaan, disuguhkan pula mesin-mesin komputer dan beberapa mesin tik lawas lainnya yang sudah sangat tua. Ada juga beberapa buku-buku melegenda didalam etalase kaca yang semuanya berbahasa Jepang. Setelah kenyang disana, kami keluar dengan memasukkan pin smile yang disediakan pihak perpustakaan, tanda kepuasan kami setelah mengunjungi perpustakaan Malioboro tersebut.

Hujan masih saja turun tak ada habisnya. Tapi tak mungkin terus berdiam diri di satu tempat. Kami segera melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Karena kami membawa kamera DSLR dan hanya ada 2 payung kecil untuk empat orang, terpaksa akhirnya mengurungkan niat ke Taman Pintar, wisata tujuan awal kami. Jaraknya masih lumayan jauh dari tempat kami waktu itu.

Museum Dirgantara menjadi tujuan selanjutnya. Kali ini kami harus menaiki bus Trans Jogja dengan merogoh kocek hanya Rp 3000 untuk semua jurusan. Beberapa saat kemudian bus datang.  Segera saja kumpulan orang yang menunggu sejak tadi menyerbunya. Perjalanan menuju Museum dimulai. Kabarnya kami harus berjalan sekitar 1 KM lebih dari halte bus terdekat yang kami turuni nanti.
Perjalanan menuju Museum Dirgantara
Sekitar setengah jam berlalu, kami sampai di halte terdekat dari Museum Dirgantara. Benar sekali, kabar yang terdengar diawal tadi seratus persen benar. Karena kami naik dengan transportasi umum, begitulah konsekuensinya. Walaupun demikian, tersenyum adalah pilihan tepat menikmati perjalanan panjang itu. Di tengah jalan, di bawah fly over Jogja, kami mampir di salah satu kedai makan. Sekedar mengisi perut yang sudah mulai kosong lagi. Setelah itu kaki-kaki kecil ini melangkah lagi.

Berlanjut ke Jogja Berempat: Malam Pelangi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Batik Adi Busana Bekonang

Halo pecinta batik, destinasi kali ini akan membawamu dikenalkan dengan industri batik tulis yang berada di daerah Bekonang, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Sedikit bercerita sejarah bahwa diera 1950-an hingga 1980-an daerah Bekonang dikenal sebagai salah satu pusat batik tulis Jawa Tengah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, terutama setelah munculnya industri batik printing dan cap ditahun 1990-an para perajin batik tulis mulai gulung tikar. Salah satu industri yang masih berjaya hingga sekarang adalah Rumah Batik Adi Busana, industri ini mampu bertahan sejak tahun 1970-an lalu. Selain berbentuk rumah dan toko, Rumah Batik Adi Busana dirancang lengkap dengan proses produksinya yang berada di halaman belakang rumah. Mulai dari proses molani sampai penjemuran kain setelah dicuci bersih dari sisa malam yang menempel. Belum lama ini Rumah Batik Adi Busana menambah proses produksi dengan alat cap. Dilihat dari waktu pengerjaan, jelas batik cap lebih cepat daripada batik

Solo wae ~ Lembah Hijau Karanganyar

Bersama Simbah, dan Putri, bertiga bermain ke wisata Lembah Hijau yang sempat menjadi perbincangan di kampus beberapa waktu lalu. Seorang teman mengatakan, berfoto saat senja tiba viewnya bagus, ada kolam renang juga, tempat makan yang tidak biasa dan masih berbaur alam. Seperti apasih Lembah Hijau itu? Penasaran. Setelah menghadiri wisuda, dari ujung Universitas Muhammadiyah Surakarta, kami menuju Lembah Hijau yang terletak di Karanganyar. Setelah beberapa kali salah jalan, kami temukan juga wisata Lembah Hijau. Di pintu masuk terlihat tidak begitu ramai, tidak nampak tempat wisata malah. Hanya terlihat taman kecil dan gedung besar seperti pabrik yang kosong mlompong. Usai memarkir motor di depan gedung tersebut, kami masuk tanpa permisi. Entah memang masuk tidak dipungut biaya atau loket sudah tutup karena kami tiba sore hari. Semakin masuk ke dalam, kami menyusuri rintipan tanaman berpot besar memanjang menuju lokasi utama. Waktu itu kami bertemu dengan rombongan mahasiswa yang s

Sentra Boneka Sayati Bandung

Sentra Boneka Sayati Bandung, salah satu tempat yang mungkin sudah tak asing lagi bagi mereka pencinta boneka di daerah Bandung. Saat berada di Kota Kembang ini aku berkesempatan mengunjungi salah satu sentra pembuatan boneka yang terletak di daerah Sayati. Sebelumnya, kami (aku dan Mbadil) banyak mencari informasi mengenai dimana saja tempat pengrajin boneka di Kota Bandung. Dua tempat yang direkomendasikan salah satu karyawan tempat kami magang adalah daerah Sayati dan Cibadak. Pada akhirnya, diputuskanlah Sentra Boneka Sayati Bandung yang menjadi destinasi kami berburu mainan lucu ini. Daerah Sayati dapat dibilang dekat dengan tempat yang kami singgahi selama magang. Hanya berjarak lima kilometer dari terminal Leuwi Panjang, kalian sudah dapat menemukan Sentra Boneka Sayati Bandung. Tampak dari depan kaca rumah Baru beberapa meter dari jalan raya, suasana kampung pengrajin boneka sudah begitu terasa. Deretan rumah memajang boneka-boneka lucu kreasi warga setempat. Se