Langsung ke konten utama

Jogja Berempat: Malam Pelangi

Sebelumnya, Jogja Berempat: Hujan Solo dan Malioboro

Meter demi meter jalanan kami lalui, sesampainya di depan gerbang kawasan TNI AU, kami mendapati plat yang bertuliskan ‘Museum Dirgantara 500 meter lagi’. Kami hanya tersenyum dan langsung melanjutkan langkah kaki. Sebelum masuk kawasan TNI AU, kartu identitas salah satu dari kami diberikan kepada petugas dibagian pos depan gerbang sebagai tanda bukti pengunjung. Sepanjang jalan yang kami lalui terdapat mess-mess TNI AU, sekolah-sekolah dan rumah dinas lainnya. Satu belokan lagi dan kami akan sampai di Museum pesawat terbesar dan satu-satunya di Indonesia. 

Didepan sebelum pintu masuk Museum, pengunjung disuguhkan pesawat-pesawat bersejarah dibeberapa tempat. Saat ini langkah kaki sudah siap memasuki Museum. Tiket masuk sebesar Ro 18.000, termasuk 2 kamera yang dibawa. Setelah menitipkan barang-barang, kami segera masuk dan berkeliling Museum.

Banyak yang dapat dipelajari disana. Selain dipampang foto-foto panglima TNI AU, tanda-tanda pangkat yang dimiliki TNI AU, seragam-seragam apa saja yang dikenakan TNI AU dalam bertugas. Ada pula nama-nama TNI yang diukir dalam batu marmer, juga dapat dilihat teks proklamasi raksasa yang diukir di bebatuan marmer. Disuguhkan replika-replika kejadian penerbangan yang pernah terjadi. Dan pesawa-pesawat yang penuh nilai histori dimuseumkan disana. Luas sekali Museum ini.

Pengunjung yang datang kebanyakan dari siswa-siswa SD, SMP, dan SMA dari berbagai wilayah di Indonesia. Biasanya ribuan sampai puluhan ribu pengunjung datang ketika liburan atau musim study tour anak-anak sekolah. Setelah puas dan cukup lelah berkeliling Museum Dirgantara. Kami harus bergegas keluar untuk menuju wisata selanjutnya, Taman Pelangi Monjali (Monumen Jogja Kembali).

Museum Dirgantara



 Segera saja kami keluar dan berjalan panjang lagi. Setelah membeli tiket bus, aku bersama teman-teman menaiki dua kali bus dengan trayek yang berbeda tanpa bayar lagi. Sebesar Rp 3000, biaya ini mengantarkanmu sampai tujuan akhir, meskipun harus berbeda trayek atau oper bus trans dengan kode lain. Cukup lama naik bus tujuan Monjali ini, sekitar hampir satu jam. Setelah sampai di halte Monjali, kami harus menyeberang dahulu untuk masuk ke Taman Pelangi. Itu dia, sudah terlihat.

Tak lama setelah turun dan membeli makan diluar, empat petualang ini masuk juga ke Taman Pelangi itu. Harga tiket masuk sebesar Rp 10.000. Sore itu gerimis datang lagi, lampu-lampu lampion juga belum dinyalakan. Sayang sekali, Museum Monjali sudah tutup sore itu. Akhirnya kami mencari spot untuk makan, perut mudah kosong karena kaki-kaki yang berjalan lebih dari biasanya. Hujan deras sempat turun disana.

Setelah sempat resah karena hujan yang tak menentu, akhirnya tak lama kemudian berhenti dan masih menyisakan butir-butir kecil dari langit. Segera saja menyusuri suguhan lampion yang kali itu sudah dinyalakan. Berbagai macam bentuk lampu lampion disuguhkan disana, bentuk bunga, hewan, tokoh-tokoh kartun, kereta, sepeda, dan banyak lagi. Warna-warni lampu lampion mengurangi rasa lelah kami. Sayang, tak lama setelah kami berkeliling, sempat mati lampu dan kemudian hujan lagi.

Kurang puas rasanya waktu itu belum sempat menjelajahi Taman Pelangi dan Monjali. Malam pun sudah mengajak pulang. Akhirnya kami memutuskan meninggalkan Taman Pelangi ini. Satu hal yang perlu diingat, ketika hujan datang, berhati-hatilah, jangan mendekati lampion-lampion yang cantik ini, berbahaya.

 

Taman Pelangi dan Monumen Jogja Kembali
Perjalanan kami segera berakhir, diawali dengan naik bus menuju daerah Maguwoharjo. Setelah itu, naik bus tujuan Solo dengan tarif Rp 12.000 per orang. Kami berpisah, Emi yang berangkat dari Klaten turun di daerah Klaten pula, kami yang berangkat dari Stasiun Purwosari, turun di pinggir jalan sebelum Panti Waluyo. Setelah itu, sisa tiga orang ini naik becak menuju stasiun dengan tarif sekali kayuh Rp 15.000, satu becak tiga orang. Stasiun sudah sepi, kami segera saja pulang, dan berpisah. Akhirnya perjalanan ini terlaksana juga. Sesampainya di kosan, waktu menunjukkan sekitar pukul sepuluh malam. Selamat malam warna warni Jogja hari ini.

Di halte bus Trans Jogja | Aku, Mbak Cu, dan Mbadil (dari kiri)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rumah Batik Adi Busana Bekonang

Halo pecinta batik, destinasi kali ini akan membawamu dikenalkan dengan industri batik tulis yang berada di daerah Bekonang, kabupaten Sukoharjo, propinsi Jawa Tengah. Sedikit bercerita sejarah bahwa diera 1950-an hingga 1980-an daerah Bekonang dikenal sebagai salah satu pusat batik tulis Jawa Tengah. Namun seiring dengan perkembangan zaman, terutama setelah munculnya industri batik printing dan cap ditahun 1990-an para perajin batik tulis mulai gulung tikar. Salah satu industri yang masih berjaya hingga sekarang adalah Rumah Batik Adi Busana, industri ini mampu bertahan sejak tahun 1970-an lalu. Selain berbentuk rumah dan toko, Rumah Batik Adi Busana dirancang lengkap dengan proses produksinya yang berada di halaman belakang rumah. Mulai dari proses molani sampai penjemuran kain setelah dicuci bersih dari sisa malam yang menempel. Belum lama ini Rumah Batik Adi Busana menambah proses produksi dengan alat cap. Dilihat dari waktu pengerjaan, jelas batik cap lebih cepat daripada batik

Solo wae ~ Lembah Hijau Karanganyar

Bersama Simbah, dan Putri, bertiga bermain ke wisata Lembah Hijau yang sempat menjadi perbincangan di kampus beberapa waktu lalu. Seorang teman mengatakan, berfoto saat senja tiba viewnya bagus, ada kolam renang juga, tempat makan yang tidak biasa dan masih berbaur alam. Seperti apasih Lembah Hijau itu? Penasaran. Setelah menghadiri wisuda, dari ujung Universitas Muhammadiyah Surakarta, kami menuju Lembah Hijau yang terletak di Karanganyar. Setelah beberapa kali salah jalan, kami temukan juga wisata Lembah Hijau. Di pintu masuk terlihat tidak begitu ramai, tidak nampak tempat wisata malah. Hanya terlihat taman kecil dan gedung besar seperti pabrik yang kosong mlompong. Usai memarkir motor di depan gedung tersebut, kami masuk tanpa permisi. Entah memang masuk tidak dipungut biaya atau loket sudah tutup karena kami tiba sore hari. Semakin masuk ke dalam, kami menyusuri rintipan tanaman berpot besar memanjang menuju lokasi utama. Waktu itu kami bertemu dengan rombongan mahasiswa yang s

Sentra Boneka Sayati Bandung

Sentra Boneka Sayati Bandung, salah satu tempat yang mungkin sudah tak asing lagi bagi mereka pencinta boneka di daerah Bandung. Saat berada di Kota Kembang ini aku berkesempatan mengunjungi salah satu sentra pembuatan boneka yang terletak di daerah Sayati. Sebelumnya, kami (aku dan Mbadil) banyak mencari informasi mengenai dimana saja tempat pengrajin boneka di Kota Bandung. Dua tempat yang direkomendasikan salah satu karyawan tempat kami magang adalah daerah Sayati dan Cibadak. Pada akhirnya, diputuskanlah Sentra Boneka Sayati Bandung yang menjadi destinasi kami berburu mainan lucu ini. Daerah Sayati dapat dibilang dekat dengan tempat yang kami singgahi selama magang. Hanya berjarak lima kilometer dari terminal Leuwi Panjang, kalian sudah dapat menemukan Sentra Boneka Sayati Bandung. Tampak dari depan kaca rumah Baru beberapa meter dari jalan raya, suasana kampung pengrajin boneka sudah begitu terasa. Deretan rumah memajang boneka-boneka lucu kreasi warga setempat. Se