9 April 2014. Pagi itu aku dan adikku diajak ibu sarapan ke warung baru milik budhe Suli. Warung Soto Ceker namanya. Tak jauh dari rumah. Kami bertiga berjalan menuju warung. Masih pagi, wajah-wajah bangun tidur kami masih tertempel jelas disana.
Sebelum menuju warung makan, kami sempat berjalan-jalan berkeliling kampung, melewati bendungan dan mampir ke rumah saudara sekitar. Setelah puas berkeliling, sampai juga di tempat makan budhe Suli. Langsung saja kami memesan soto.
Hari itu libur nasional. Hari pemilu, pesta demokrasi katanya. Setengah menyantap sarapan pagi, bapak menyusul kami. Mungkin mau ikut sarapan, pikirku. Ternyata bapak mengajak ke TPS langsung, beliau sengaja membawakan undangan menyoblos punyaku dan ibu. Ya ampun pak, aku belum mandi.
Yasudah tak apalah, setelah semangkuk soto ceker plus tempe dan es jeruk manis aku habiskan, kami segera berangkat ke Tempat Pemungutan Suara. Tak termasuk adikku, aneh. Adikku yang pertama sudah berumur 17 tahun, tapi entah mengapa dia tidak diberi undangan menyoblos. Malah ada satu keluarga di RT 03 yang tidak mendapatka undangan menyoblos. Entahlah. Masih jam setengah delapan kurang, belum dibuka katanya. Kami bertiga yang pertama datang ke TPS. Beberapa saat kemudian disusul para tetangga.
Sambil menunggu TPS dibuka, kami berantusias melihat contoh kertas suara yang tertempel disana. Tak ada caleg yang kukenal. Apalagi para orang tua dan lansia yang memilih. Terbukti ketika salah satu nenek yang bertanya padaku masih bingung soal pencoblosan caleg dan parpolnya. Sulit memang, harus memilih mana yang terbaik tanpa tahu orang seperti apa yang kita pilih ini.
Tak lama, aku, bapak dan ibu disuruh masuk setelah mendaftarkan nama kami. Beberapa yang lain menyusul dibelakang. Acara pencoblosan segera dimulai. Panitia menerangkan kepada kami para calon pemilih, mengenai tata cara mencoblos yang benar. Terutama bagi orang tua dan lansia.
Usai diterangkan, nama ibukku dipanggil. Beliau menjadi pencoblos pertama di TPS itu. Setelah ibu, lalu namaku yang dipanggil. Padahal hari sebelumnya aku sengaja membawa baju yang sedikit resmi dari kosan untuk hari spesial ini. Tapi hal itu sia-sia. Aku datang ke TPS dengan baju tidur ala kadarnya, memakai jaket jadul sejak SMP, dan celana olahraga yang cukup lusuh. Aku sedikit malu, seolah tak menghargai panitia yang sudah dandan cantik dan ber make-up disana. Setelah aku maju dan mendapat kertas suara, segeralah ke bilik suara yang disiapkan. Kubuka lembaran-lembaran kertas tersebut. Sama, tak ada yang kukenal. Aku ingat Angel Lelga katanya nyaleg, kucari namanya. Eh iya, ada. Dari puluhan caleg yang tertera, aku hanya mengenal satu nama pedangdut Angel Lelga saja. Hanya memastikan.
Setelah namaku dipanggil, disusul bapakku. Aku, ibu, dan bapak mencoblos bersama. Orang-orang yang disana bersorak pelan melihat kami sekeluarga antusias mencoblos pagi itu, yang pertama. Yap, pengalaman mencoblos caleg pertama kali buatku. Sebelumnya mencoblos untuk pemilihan lurah beberapa tahun lalu di balai desa.
Semoga pilihanku pagi itu, bisa amanah dan bertanggung jawab dengan tugas yang nantinya diemban. Selamat berpesta demokrasi, selanjutnya pemilihan Presiden. Bersiaplah.
Sebelum menuju warung makan, kami sempat berjalan-jalan berkeliling kampung, melewati bendungan dan mampir ke rumah saudara sekitar. Setelah puas berkeliling, sampai juga di tempat makan budhe Suli. Langsung saja kami memesan soto.
Hari itu libur nasional. Hari pemilu, pesta demokrasi katanya. Setengah menyantap sarapan pagi, bapak menyusul kami. Mungkin mau ikut sarapan, pikirku. Ternyata bapak mengajak ke TPS langsung, beliau sengaja membawakan undangan menyoblos punyaku dan ibu. Ya ampun pak, aku belum mandi.
Yasudah tak apalah, setelah semangkuk soto ceker plus tempe dan es jeruk manis aku habiskan, kami segera berangkat ke Tempat Pemungutan Suara. Tak termasuk adikku, aneh. Adikku yang pertama sudah berumur 17 tahun, tapi entah mengapa dia tidak diberi undangan menyoblos. Malah ada satu keluarga di RT 03 yang tidak mendapatka undangan menyoblos. Entahlah. Masih jam setengah delapan kurang, belum dibuka katanya. Kami bertiga yang pertama datang ke TPS. Beberapa saat kemudian disusul para tetangga.
Sambil menunggu TPS dibuka, kami berantusias melihat contoh kertas suara yang tertempel disana. Tak ada caleg yang kukenal. Apalagi para orang tua dan lansia yang memilih. Terbukti ketika salah satu nenek yang bertanya padaku masih bingung soal pencoblosan caleg dan parpolnya. Sulit memang, harus memilih mana yang terbaik tanpa tahu orang seperti apa yang kita pilih ini.
Tak lama, aku, bapak dan ibu disuruh masuk setelah mendaftarkan nama kami. Beberapa yang lain menyusul dibelakang. Acara pencoblosan segera dimulai. Panitia menerangkan kepada kami para calon pemilih, mengenai tata cara mencoblos yang benar. Terutama bagi orang tua dan lansia.
Usai diterangkan, nama ibukku dipanggil. Beliau menjadi pencoblos pertama di TPS itu. Setelah ibu, lalu namaku yang dipanggil. Padahal hari sebelumnya aku sengaja membawa baju yang sedikit resmi dari kosan untuk hari spesial ini. Tapi hal itu sia-sia. Aku datang ke TPS dengan baju tidur ala kadarnya, memakai jaket jadul sejak SMP, dan celana olahraga yang cukup lusuh. Aku sedikit malu, seolah tak menghargai panitia yang sudah dandan cantik dan ber make-up disana. Setelah aku maju dan mendapat kertas suara, segeralah ke bilik suara yang disiapkan. Kubuka lembaran-lembaran kertas tersebut. Sama, tak ada yang kukenal. Aku ingat Angel Lelga katanya nyaleg, kucari namanya. Eh iya, ada. Dari puluhan caleg yang tertera, aku hanya mengenal satu nama pedangdut Angel Lelga saja. Hanya memastikan.
Setelah namaku dipanggil, disusul bapakku. Aku, ibu, dan bapak mencoblos bersama. Orang-orang yang disana bersorak pelan melihat kami sekeluarga antusias mencoblos pagi itu, yang pertama. Yap, pengalaman mencoblos caleg pertama kali buatku. Sebelumnya mencoblos untuk pemilihan lurah beberapa tahun lalu di balai desa.
Semoga pilihanku pagi itu, bisa amanah dan bertanggung jawab dengan tugas yang nantinya diemban. Selamat berpesta demokrasi, selanjutnya pemilihan Presiden. Bersiaplah.
ternyata sistem demokrasi itu ribet ya? hehe
BalasHapus