Sosok yang terkadang hangat dan tak jarang dingin itu seolah mengawasiku di sofa yang berbeda. Aku sibuk menghabiskan lekerku. Remah-remahnya berserakan menghiasi jilbab dan bajuku seperti anak kecil. Sesekali kulirik sosok tadi, namun sepertinya dia sudah tak mengawasiku lagi. Giliran layar 4 inchi yang membuatnya tersenyum penuh simpul.
Aku pun seketika terbangun dari lamunan karena dering telepon handphone lama ku. Setelah kuangkat, kulirik lagi sosok itu. Hilang. Dia sudah enyah dari sofa yang empuk.
Hanya saja, atap gedung yang disulap sebagai langit biru nan berawan itu ternyata cukup menenangkan.
Komentar
Posting Komentar